MAKALAH
WALIMAH
Hukum Mengadakan Walimah, Bentuk Walimah,
Hukum Menghadiri Walimah
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
HUKUM
PERKAWINAN ISLAM
Disusun
Oleh:
Nur fadilah
Lini ulfa
Dosen pembimbing: DAINORI, M.H.I
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM MIFTAHUL ULUM
(STAIM)
JURUSAN
AHWALUS SYAKHSHIYAH
SUMENEP
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Sebagai agama fithrah, ajaran – ajaran dalam islam selalu
berkesesuaian dengan fithrah setiap manusia, dan bahkan fithrah seluruh makhluk
hidup. Sekedar contoh: ketika secar fithrah manusia butuh untuk
berpasang-pasangan antara laki-laki dan perempuan, maka islam mensyari’atkan
pernikahan. Demikian pula ketika sewaktu waktu manusia itu perlu untuk
bersenang-senang dan bergembira dalam moment-moment tertentu, maka islam
memperkenelkan dan mensyari’atkannya walimah ‘ursy dalam pernikahan.
Sekarang Telah membudaya
dikalangan masyarakat umum, baik masyarakat dari lapisan bawah maupun lapisan
atas, ketika terlaksana pernikahan akan dilaksanakan pula sebuah perayaan
dalam rangka mensyukuri terselenggaranya momen tersebut. Dalam merayakannya
itupun sangat Fariatif.
Ada yang dilaksanakan secara kecil-kecilan dengan hanya
sebatas menjamu para undangan dengan makanan sekedarnya atau bahkan ada yang
merayakannya secara besar-besaran, dengan memakan waktu berhari-hari dan
dengan beraneka ragam hiburan dan makanan yang disajikan hingga terkesan
berlebih Perayaan semacam itu telah ada sejak zaman Rosululloh S.A.W yang
dikenal dengan sebutan walimatul ‘ursy.
B . RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana Hukum mengadakan walimah?
2.
Bagaimana Bentuk walimah?
3.
Bagaimana Hukum menghadiri walimah?
C. TUJUAN
1.
Bagaimana Hukum mengadakan walimah?
2.
Bagaimana Bentuk walimah?
3.
Bagaimana Hukum menghadiri walimah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. HUKUM
MENGADAKAN WALIMAH
Terdapat perbedaan pendapat di antara
para ulama’ mengenai hukum mengadakan walimah ‘ursy (Resepsi pernikahan)
Dalam hadist yang di riwayatkan oleh
imam al bukhori dan muslim dari anas bin malik ra, Bahwa Nabi SAW pernah melihat bekas kuning-kuning pada Abdurrahman
bin Auf ra, maka Rasulullah SAW bertanya kepadanya, “Apa ini?”Abdur Rahman
Menjawab, “Ya Rosulallah, saya baru saja menikahi seorang wanita dengan mahar
mas sebesar biji-bijian maka Rosulullah SAW bersabda :
“ Semoga Allah melimpahkan keberkahan
kepadamu Selenggarakan walimah meskipun hanya menyembelih seekor
kambing.(Mutafag alaih).
Dari Anas,ia berkata:”Rasulullah
Saw. belum pernah mengadakan walimah untuk istri-istrinya, seperti beliau
mengadakan walimah untuk zainab,beliau mengadakan walimah untuknya dengan seekor
kambing.”(HR Bukhari dan Muslim).
Dari Buraidah, ia berkata:”ketika
Ali melamar Fatimah, Rasulullah Saw bersabda,”Sesunggunhnya untuk pesta
perkawinan harus ada walimahnya.” (HR.Ahmad).
Pendapat pertama mengatakan wajib
dengan berlandaskan pada hadist diatas, dimana Rosulullah SAW memerintahkan Abdurrahman
bin Auf R.A mengadakan Walimah meskipun hanya menyembelih seekor kambing (Riwayat
Bukhari Dan Muslim). [1]
Mayoritas Ahli fiqh berpendapat bahwa
walimah nikah hukumnya sunnah mu’akkad,hal ini didasarkan pada hadist di atas.
Menurut imam ahmad walimah itu
hukumnya sunnah, namun menurut pendapat jumhur ‘ulama walimah itu adalah
upacara ynag baik sekali dilaksanakan. Sedangkan menurut pendapat ibnu bathal
“saya tidak mengetahuai seorangpun yang mewajibkan walimah itu.” Seakan akan
beliau belum mengetahui perbedaan pendapat tentang masalah walimah itu.
Yang dijadikan dalil sunnahnya
walimah itu adalah ucapan imam syafi’I :” saya tidak mengetahui walimah itu
diperintahkan kecuali kepada Abdurrahman bin ‘auf, dan saya juga tidak
mengetahui rosulullah SAW. Meninggalkan walimah itu.” Ucapan syafi’I itu di
riwayatkan oleh al-baihaki. Lalu ucapan beliau dijadikan landasan bahwa walimah
itu tidak wajib. Maksud ucapan itu jelas.
Hadist yang menunnjukkan diwajibkan
nya walimah (kenduri untuk penganten) itu diperkuat oleh abu syaikh dan
at-tabhrani dari abu hurairoh yang bersambung nasabnya hingga Rosulullah,
rosulullah bersabda:
اَلْوَلِيْمَةُ حَقٌّ وَ سُنَّةٌ فَمَنْ دُعِيَ وَلَمْ
يَجِدْ فَقَدْ عَصَ
Artinya:”waliamh
itu kewajiban dan kebiyasaan yang sudah berlaku, barang siapa yang di undang
dan dia tidak memenuhinya, maka dia sudah maksiat (meninggalkan kewajiban)”.
Jadi dzahir dari kata “حَقٌّ” itu berarti
kewajiban.[2]
Beberapa hadist menunnjukkan bahwa
walimah itu boleh diadakan dengan makanan apa saja, sesuai kemampuan. hal itu
di tunjukan oleh Nabi Saw, bahwa perbedaan-perbedaan walimah beliau bukan
membedakan atau melebihkan salah satu dari yang lain,tetap semata-mata disesuaikan
denagan keadaan ketika sulit atau lapang.
Jumhur ulama’ berpendapat mengenai hukumnya walimah sunnah muakkad. hal ini berdasarkan pendapat asy-syafi’I
Rahimahullah". Tiada perbedaan pendapat di antara ahli ilmu,bahwasannya
hukum walimah di dalam majlis perkawinan adalah sunnah dan di syariatkan
(sangat di tuntut), bukan wajib.
Dalam walimah nikah terdapat maksud
untuk memberitahukan pernikahan dan hal tersebut sunnah hukumnya, hal tersebut
berdasarkan pada hadist :
“Umumkanlah pernikahanmu ini,
selenggarakan akadnya di masjid,dan setelah itu adakanlah petunjuk
rebana!”.(H.R. Ahmad dan At-Tirmidzi).
B.
BENTUK WALIMAH
Islam
mengajarkan kepada orang yang melaksanakan pernikahan untuk mengadakan
walimah,tetapi tdak memberikan bentuk minimum atau bentuk maksimum dari walimah
itu,sesuai dengan sabda Rasulullah Saw :
Hal ini
memberi isyarat bahwa walimah itu diadakan sesuai dengan kemampuan seseorang
yang melaksanakan perkawinannya, dengan cacatan, agar dalam pelaksanaan walimah
tidak ada pemborosan,kemubaziran,lebih-lebih di sertai dengan sifat angkuh dan
membanggakan diri.
Di anjurkan juga dalam resepsi
pernikahan agar semua yang hadir berkumpul untuk bersama-sama menikmati jamuan
makan yang di peroleh. Jamuan makanan ini yang biasa di sebut walimah. Imam Bukhori telah meriwayatkan :
اَوْلَمَ رسول الله صلى الله وسلم علَى بعضِ نسَائِهِ
بِمُدَّينِ من شعِيْرٍ
Artinya :” Rosulullah saw pernah
mengadakan walimah di saat menikahi salah seorang isteri beliau dengan makanan
yang terbuat dari gandum sebanyak 2 mud.”[3]
Sebagai
perbandingan di kemukakan beberapa bentuk walimah yang di adakan di zaman
Rasulullah Saw .,seperti di sebut dalam hadist berikut:
“Dari Aisyah ,setelah seorang
mempelai perempuan dibawa kerumah mempelai laki-laki dari golongan anshar,maka
Nabi Saw, bersabda:” Ya Aisyah, tidak adakah kamu mempunyai permainan; maka
sesunggunya orang anshar tertarik kepada permainan”.( HR Bukhari dan Muslim).
Adapun
mengenai kadarnya (besar kecilnya walimah)itu, maka menurut zohir hadist itu
adalah seekor kambing paling sedikit, barulah sah walimah itu. Selain jelas
pula bahwa Rosulullah saw. Mengadakan walimah untuk ummu salamah dan lainnya,
paling sedikit seekor kambing.
C.
HUKUM MENGHADIRI WALIMAH
Seseorang
yang di undang dalam acara walimah di wajibkan untuk mendatanginya, Memenuhi
undangan walimah hukumnya fardu ain baik sedang berpuasa atau tidak sebagaimana
hadist yang diriwayatkan imam muslim yang bersumber dari rosulullah saw diman
abeliau bersabda :
اذَ دُعِيَ
احدكم الى الوليمة عرسٍ فليجب
Artinya : “Jika di antara
kalian di undang untuk mendatangi walimah pernikahan, hendaklah memenuhinya.”
Jika seseorang menghadiri acara walimah di
anjurkan untuk menyantap jamuan yang sudah di sediakan, tidak wajib.[4]
Jika
kebetulan orang tersebut berpusa sunnat dan tuan rumah tidak keberatan maka
menyempurnakan puasa lebih afdhal baginya. Akan tetepi jika dengan berpuasa membuat tuan rumah
keberatan maka berbuka lebih afdhal.
Berangkat dari kesamaan wanita dan pria, wanita juga
wajib memenuhi undangan asalkan dia tidak datang dengan pria lain selain
suaminya ( non muhrim ). Bagi
wanita, perlu di perhatikan agar dirinya bebas dari fitnah dan ikhtilath.
Kewajiban menghadiri undangan ini adalah sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
“Apabila
seseorang di antara kamu di undangan kemajlis kenduri perkawinan (walimatul
‘urus),maka wajib dia menghadiri”.
Dalam
riwayat lain dari pada Abu Khurairah, Rasulullah bersabda:“Sesiapa yang
tidak memenuhi undangan, berarti dia telah mendurhakai Allah dan Rasul-Nya”.
Pendapat
yang menegaskan kewajiban menghadiri undangan walimah adalah pegangan jumhur
ulama yang turut di pegang oleh Imam Asy-Syafi’i, imam Ahmad, Ibnu Hazm, imam
An-Nawawi.
Adapun wajibnya
menghadiri undangan walimah,apabila:
1. Tidak
ada udzur syar’i.
2. Dalam
walimah itu tidak diselenggarakan untuk perbuatan munkar.
3. tidak
membedakan kaya dan miskin.
Dan
juga undangan ke majlis walimah boleh ditinggalkan sekiranya memiliki uzur. Ini
adalah sebagaimana penjelasan berikut:
1.
Apabila di dalam
walimah tersebut mengandung perkara-perkara maksiat seperti jamuan khamar
(arak), gambar-gambar makhluk bernyawa, dan permainan alat-alat muzik dan
nyanyian. Sekiranya ini berlaku, maka seseorang tidak perlu menghadirinya
melainkan dengan tujuan untuk mencegah kemungkaran tersebut. Sekiranya dia
berjaya mencegahnya, maka itu adalah satu kebajikan, dan sekiranya tidak
berjaya, hendaklah dia segera beredar.
Ini adalah sebagaimana hadis ˜Ali radhiyallahu
anhu, beliau berkata: Aku membuat makanan, lalu aku mengundang Rasulullah
Shallallahu alaihi wa Sallam, kemudian beliau tiba, lalu beliau pun segera
pulang. Aku pun segera bertanya, Wahai Rasulullah, Ibu dan Bapakku sebagai
tebusan, apakah yang membuatkan engkau pulang? Beliau menjawab: Sesungguhnya di
dalam rumah ada kain penutup yang bergambar, dan sesungguhnya para malaikat
tidak akan memasuki ke dalam sesebuah rumah yang di dalamnya Terdapat
Gambar-gambar. (Hadis Riwayat Ibnu Majah,)
Juga
hadis dari Umar al-Khaththab radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu alaihi
wa Sallam bersabda:“Sesiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka
janganlah duduk di meja makan yang di sana dihidangkan minuman keras” (khamar).(Hadis
Riwayat Ahmad dan at-Tirmidzi).
2. Apabila
terdapat pengkhususan undangan di mana orang yang mengundang membeda-bedakan di
antara yang kaya dengan yang miskin atau fakir, makanan yang dihidangkan
mengandungi syubhat, dan seumpamanya. Ini adalah sebagaimana yang dijelaskan
oleh Imam ash-Shanani di mana diizinkan untuk tidak memenuhi undangan walimah
apabila adanya uzur di antaranya, apabila makanan yang dihidangkan mengandungi
syubhat (tidak jelas kehalalannya), atau diperuntukkan kepada orang-orang kaya
sahaja, atau ada orang yang tidak senang dengannya.[5]
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam
bersabda:
“Seburuk-buruk
makanan adalah makanan walimah, yang mana di dalam walimah tersebut tidak
mengundang orang yang memerlukan (fakir), dan hanya mengundang orang yang tidak
memerlukan (orang kaya).”(Hadis Riwayat al-Bukhari)
Di antara uzur lain yang dibenarkan untuk
tidak hadir ke undangan walimah adalah seperti uzur yang dengannya seseorang
boleh meninggalkan solat Jumaat, seperti terjadinya hujan yang sangat lebat,
jalan yang bermasalah, kerana takutkan musuh, takut hilangnya harta, dan yang
lain yang seumpama.
Dasar hukum wajibnya menghadiri undangan
walimah adalah hadist Nabi Saw, sebagai berikut:
“jika salah seorang diantaramu diundang
makan,hendaklah diijabah(dikabulkan,jika ia menghendaki makanlah,jika ia
menghendaki makanlah.”(HR Bukhari dan Ahmad).
Dari Abu hurairah r.a. bahwa Rosulullah
Saw. telah bersabda, “Barang siapa tidak menghadiri undangan,sesungguh ia
telah durhaka kepada Allah dan Rasulnya.”(HR Bukhari).
jika undangan itu bersifat umum, tidak
tertuju kepada orang-orang tertentu, maka tidak wajib mendatangi, tidak juga
sunnuh. Misalnya orang yang mengundang berkata,”Wahai orang banyak! datangilah
setiap orang yang kamu temui.”
Sementara itu, jika ada dua undangan
walimah atau lebih dalam waktu yang bersamaan maka harus diutamakan pihak yang
terlebih dahulu mengundang. Selain itu, dahulukan pula pihak yang lebih dekat
jarak rumahnya, karena ini adalah bentuk pergaulan sosial kemasyarakatan
diantara para tetangga.
Jika undangan lebih dari satu tempat pada
waktu yang sama, Rasul memberikan tuntunan yang didatangi adalah yang paling
dekat ". Al-Syaukani memberikan
penjelasan paling dekat dalam hadis Rasul itu dapat saja kedekatan tempat dan
kedekatan hubungan. Jika kedekatannya sama dan tidak mungkin menghadiri semua,
maka yang didahulukan adalah yang lebih dahulu mengundang. Jika waktu
mengundangnya sama, maka dilakukan pengundian untuk menentukan undangan mana
yang akan dihadiri. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:.”jika ada
dua orang yang mengundang maka hadirilah yang paling dekat jarak rumahnya,Jika
salah seorang diantara keduanya telah mendahului maka hadirilah yang lebih
dahulu.”(HR Abu Dawud).
Jika walimah dalam pesta perkawinan hanya
mengundang orang-orang kaya saja ,hukumnya adalah mahruh.dalam riwayat
disebutkan: “sesunggunya Abu Hurairah berkata,”sejelek-jeleknya makanan
ialah makanan walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya akan tetapi
meninggalkan orang-orang miskin.” (HR Bukhari).
Hukum menghadiri walimah bagi orang yang
berpuasa, mereka tetap diwajibkan memenuhinya, sekiranya ia tetap hadir ke
undangan tersebut ia memiliki dua pilihan yaitu dia yang berbuka dan sunnah
makan bersama-sama atau boleh terus melaksanakan puasa sunnahnya dan mendoakan
untuk orang yang mengadakan majlis walimah tersebut.
Dalam hadis Rasul berikut
secara tegas dikemukakan :
عَنْ عَبْدِاللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِي اللَّهُ عَنْهُمَا
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْوَلِيمَةِ
فَلْيَأْتِهَا
Artinya:”tidak ada alasan yang dapat
dijadikan dasar untuk tidak menghadirinya, meskipun dalam keadaan puasa,”
secara jelas Rasul menyatakan bahwa, Di
samping perintah menghadiri walimah, keharusan menghadiri undangan itu juga
dinyatakan Rasul dengan memberikan ancaman bagi orang yang tidak mau
datang.
Dalam riwayat yang telah disebut di awal,
bahwa orang yang tidak menghadiri undangan walimah berarti telah mendurhakai
Allah dan Rasul-Nya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam sebuah pernikahan, sebaiknya dilaksanakan sebuah
walimahan, karena hukumnya tidak hanya sunnah mustahab, tetapi sunnah
muakaddah. Jadi, orang yang menikah membuat walimah yang sesuai dengan
kemampuannya. Dan wajib hukumya menghadiri Walimatul Ursy, kecuali ada Udzur
yang Syar’i.
Selain itu adapula alasan syar’i lain yang
mengharuskan seseorang untuk tidak perlu menghadiri undangan tersebut, misalnya
jika jamuan tersebut berisiko meninggalkan (terlambat) melaksanakan shalat
Jum’at, atau karena hujan deras, jalanan berlumpur, khawatir terhadap serangan
musuh, khawatir karena keamanan harta, dan sebagainya.
beberapa
hadist menunnjukkan bahwa walimah itu boleh diadakan dengan makanan apa saja,
sesuai kemampuan.hal itu di tunjukan oleh Nabi Saw, bahwa perbedaan-perbedaan
walimah beliau bukan membedakan atau melebihkan salah satu dari yang lain,tetap
semata-mata disesuaikan denagan keadaan ketika suilit atau lapang. jumhur mengatakan hukumnya sunnah
muakkad. hal ini berdasarkan pendapat
asy-syafi’I rahimahullah.
Hukum menghadiri
undangan walimah adalah wajib kepada lelaki dan wanita. Bagi wanita, perlu di
perhatikan agar dirinya bebas dari fitnah dan ikhtilath. Serta perlu
bersama-sama mahramnya apabila keluar.
DAFTAR PUSTAKA
As
Shan’ani. Subulus Salam, alih bahasa abd. Rasyid Nafis, Surabaya: Usana
Offset, 1995.
H.
Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam, Cet. 55. Bandung: Sinar Baru Algen Sindu,
2015.
Ustman
al-khasyt, Muhammad. Fikih wanita 4 mazhab, Jakarta: Niaga Swadaya, 2014.
Prof.
Dr. Zuhaili, Wahbah. Fiqih Imam Syafi’i, alih bahasa Muhammad Afifi dan
Abdul Hafiz. Cet. 1. Jakarta: Al-Mahira, Vol. 3, No. 2, 2008.
[1] H. Sulaiman Rasjid. Fiqh islam,Cet.50 (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2011). Hal.397
[2] As Shan’ani. Subulus Salam, alih bahasa abd. Rasyid
Nafis, Cet.1 (Surabaya: Usana Offset, 1995)Hal.556
[3] Muhammad Ustman al-khasyt,. Fikih wanita 4 mazhab,
(Jakarta: Niaga Swadaya, 2014). Hal.352.
[4] Prof. Dr. Zuhaili, Wahbah. Fiqih Imam Syafi’i, alih
bahasa Muhammad Afifi dan Abdul Hafiz. Cet. 1.(Jakarta: Al-Mahira, Vol. 3, No.
2, 2008). Hal.531.
[5] Imam Muhammad bin Ismail ash-Shanani, Subulus Salam,
jil. 2, (Surabaya: Darus Sunnah,1995) Hal.729,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar